Facial Coding, Cara Membaca Wajah untuk Menilai Efektivitas Iklan
20 Maret 2014

Teknologi facial coding digunakan untuk membaca wajah pemirsa saat menonton sebuah iklan.
Membaca mimik wajah pemirsa melalui teknik facial coding bisa membantu perusahaan untuk membuat iklan televisi yang menarik dan tepat sasaran.
Meskipun sebuah iklan telah melalui proses produksi yang panjang sebelum ditayangkan di televisi, tidak sedikit iklan televisi yang hasil akhirnya jauh di luar harapan. Hanya tampil selewat, tidak meninggalkan kesan, atau pesan tidak tersampaikan dengan baik kepada calon konsumen.
Masalahnya, pemilik brand atau agency pembuat iklan terkadang tak memahami cara calon konsumen menilai sebuah iklan. Itulah pentingnya pelaksanaan preview iklan. Sejumlah responden terpilih diberi kesempatan untuk melihat iklan versi draft (bukan versi final). Lalu, mereka memberikan penilaian terhadap iklan tersebut melalui survei tertulis.
Namun, metode survei konvensional seperti itu dianggap masih kurang mampu mengukur pemahaman responden terhadap suatu iklan secara detail. Millward Brown, konsultan komunikasi pemasaran terkemuka, menawarkan solusi yang lebih lengkap, yaitu LINK with Facial Coding.
Yang membuat solusi ini berbeda adalah penerapan teknologi facial coding, hasil kerja sama Millward Brown dan Affectiva. Teknologi ini lahir dari riset para ilmuwan MIT (Massachussets Institute of Technology) yang dapat mengenali emosi dari ekspresi wajah manusia.
“Dengan menggunakan facial coding [untuk preview iklan], kami bisa mengukur efektivitas iklan, mengetahui reaksi positif dan negatif terhadap iklan, dan mengukur emosi penonton secara rinci,” papar Mark Chamberlain (Managing Director, Millward Brown Indonesia).
Ada enam ekspresi wajah yang dinilai, seperti senang, terkejut, dan tidak suka/bingung dan terekam perubahannya detik per detik. Metode ini kemudian digabungkan dengan survei konvensional, dianalisis, dan dihitung total reaksi positif dan negatifnya.
Dengan jumlah responden yang memadai (berkisar 100 – 200 orang dan disesuaikan dengan target market), LINK with Facial Coding akan menghasilkan rekomendasi bagi pengiklan–apakah iklan perlu diubah total, sebagian, atau tidak perlu dirombak sama sekali. “[Hingga November 2013] ada lebih dari 200 iklan di Indonesia yang menggunakan teknologi facial coding [pada preview-nya]. Salah satunya L’oreal,” tukas Mark.
Mark menyatakan, brand jenis apa saja bisa memanfaatkan solusi ini, termasuk iklan layanan masyarakat sekalipun. Semua bergantung pada tujuan yang ingin dicapai serta pesan yang hendak disampaikan oleh iklan tersebut. “Kegagalan terbesar sebuah iklan adalah ketika orang tidak mengerti isinya,” pungkasnya.
http://www.infokomputer.com

Teknologi facial coding digunakan untuk membaca wajah pemirsa saat menonton sebuah iklan.
Membaca mimik wajah pemirsa melalui teknik facial coding bisa membantu perusahaan untuk membuat iklan televisi yang menarik dan tepat sasaran.
Meskipun sebuah iklan telah melalui proses produksi yang panjang sebelum ditayangkan di televisi, tidak sedikit iklan televisi yang hasil akhirnya jauh di luar harapan. Hanya tampil selewat, tidak meninggalkan kesan, atau pesan tidak tersampaikan dengan baik kepada calon konsumen.
Masalahnya, pemilik brand atau agency pembuat iklan terkadang tak memahami cara calon konsumen menilai sebuah iklan. Itulah pentingnya pelaksanaan preview iklan. Sejumlah responden terpilih diberi kesempatan untuk melihat iklan versi draft (bukan versi final). Lalu, mereka memberikan penilaian terhadap iklan tersebut melalui survei tertulis.
Namun, metode survei konvensional seperti itu dianggap masih kurang mampu mengukur pemahaman responden terhadap suatu iklan secara detail. Millward Brown, konsultan komunikasi pemasaran terkemuka, menawarkan solusi yang lebih lengkap, yaitu LINK with Facial Coding.
Yang membuat solusi ini berbeda adalah penerapan teknologi facial coding, hasil kerja sama Millward Brown dan Affectiva. Teknologi ini lahir dari riset para ilmuwan MIT (Massachussets Institute of Technology) yang dapat mengenali emosi dari ekspresi wajah manusia.
“Dengan menggunakan facial coding [untuk preview iklan], kami bisa mengukur efektivitas iklan, mengetahui reaksi positif dan negatif terhadap iklan, dan mengukur emosi penonton secara rinci,” papar Mark Chamberlain (Managing Director, Millward Brown Indonesia).
Ada enam ekspresi wajah yang dinilai, seperti senang, terkejut, dan tidak suka/bingung dan terekam perubahannya detik per detik. Metode ini kemudian digabungkan dengan survei konvensional, dianalisis, dan dihitung total reaksi positif dan negatifnya.
Dengan jumlah responden yang memadai (berkisar 100 – 200 orang dan disesuaikan dengan target market), LINK with Facial Coding akan menghasilkan rekomendasi bagi pengiklan–apakah iklan perlu diubah total, sebagian, atau tidak perlu dirombak sama sekali. “[Hingga November 2013] ada lebih dari 200 iklan di Indonesia yang menggunakan teknologi facial coding [pada preview-nya]. Salah satunya L’oreal,” tukas Mark.
Mark menyatakan, brand jenis apa saja bisa memanfaatkan solusi ini, termasuk iklan layanan masyarakat sekalipun. Semua bergantung pada tujuan yang ingin dicapai serta pesan yang hendak disampaikan oleh iklan tersebut. “Kegagalan terbesar sebuah iklan adalah ketika orang tidak mengerti isinya,” pungkasnya.
http://www.infokomputer.com
0 comments: